Ketua Tim Program PMB-BBI dari SIL Internasional Indonesia, Dr. Joost Pikkert saat memberikan pemahaman kepada 30 guru PAUD yang ada di Distrik Kuyawage, Lanny Jaya – Jubi/Roy Ratumakin.
Jayapura, Jubi – Sebanyak 30 guru dididik Program Pendidikan Multi Bahasa Berbasis Bahasa Ibu (PMB-BBI) yang dilakukan oleh Tim Program PMB-BBI dari SIL Internasional Indonesia yang berlangsung di Distrik Kuyawage, Kabupaten Lanny Jaya.
Dimana, 13 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Lanny Jaya akan menjadi pilot projek penerapan PMB-BBI. Awalnya anak-anak mulai belajar menggunakan bahasa ibu di kelas-kelas awal dan kemudian secara bertahap belajar menggunakan bahasa Indonesia secara keseluruhan.
Ketua Tim Program PMB-BBI dari SIL Internasional Indonesia, Dr. Joost Pikkert kepada Jubi, Kamis (25/2/2016) di Kuyawage mengatakan, pihaknya akan mengajar anak-anak di Distrik Kuayawage yang menjadi pilot projek awal bagaimana belajar dengan menggunakan bahasan ibu mereka (bahasa Lani-red) karena secara psikologis anak-anak belum siap belajar bahasa lain di luar.
“PAUD dan SD di sini merupakan pertama kali di Indonesia yang menerapkan pembelajaran menggunakan bahasa ibu. Kami berharap semuanya berjalan dengan baik, karena anak-anak di sini kemampuan mereka tidak sama dengan anak-anak di kota,” katanya.
Pikkert mencontohkan, anak kelas lima di Kuyawage kemampuannya sama dengan anak kelas dua di Kota. Untuk itu, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Papua menerapkan PMB-BBI untuk anak-anak di sana agar bisa bersaing dengan anak-anak kota lainnya.
“Memang sulit, tetapi kami harus memulainya. Di Kuayawage, hampir 65 persen guru menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di kelas dan hanya 20 persen guru yang menggunakan bahasa Lani dan mudah dipahami secara umum,” ujarnya.
Pikkert menambahkan, selama empat hari mendatang pihaknya akan memberikan workshop kepada sedikitnya 30 guru PAUD dan SD untuk bagaimana menggunakan kurikulum yang sudah ada, namun menurutnya kurikulum ini masih dalam tahap uji coba.
“Daerah ini sangat terisolir dan sering dilupakan. Kami harap dengan program yang menggunakan dua bahasa (bahasa Lani dan Indonesia-red) dapat menjadi jembatan untuk daerah lain selain Kabupaten Lanny Jaya,” katanya.
Program tersebut juga akan berlanjut selama lima tahun, dimana mulai dari PAUD hingga ke tingkat SD. “Kami berharap, selama empat hari kedepan kami dapat berinteraksi dengan masyarakat setempat dan juga guru-guru bagaimana menggunakan kurikulum yang sudah disiapkan, sesudah itu kami akan mengikuti para guru untuk mengimplementasikan apa yang mereka dapatkan dalam workshop ini terhadap anak didiknya di setiap PAUD yang ada di Lanny Jaya,” ujarnya.
Dijelaskan, memang membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyukseskan program tersebut karena dari letak geografis dari satu PAUD ke PAUD yang lain cukup jauh yang hanya ditempuh dengan jalan kaki. “Paling jauh kami harus berjalan kami itu sampai 9-12 jam perjalanan. Kalau paling jauh, kami harus menginap dijalan,” katanya.
Di tempat yang sama Kepala Bidang PAUD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua, Desman Kogoya mengatakan, kegiatan ini merupakan yang pertama kali di lakukan di Papua dan Distrik Kuayawage rupakan distrik pertama dilakukannya pengajaran berbasis bahasa ibu.
“Terdapat bukti-bukti menarik yang menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat membantu meningkatkan partisipasi siswa, menekan angka putus sekolah, dan meningkatkan pembelajaran dalam kurikulum, sehingga mendorong efisien pendidikan serta mencegah punahnya keanekaragaman bahasa dan budaya di Papua,” katanya.
Desman berharap apa yang menjadi program pemerintah yang bekerja sama dengan pihak SIL Internasional Indonesia dapat berjalan dengan lancar sehingga membangun SDM Papua khususnya anak-anak Kuyawage lebih baik lagi kedepannya.
“Kita harus terus mendukung program-program strategis seperti ini, sebab pendidikan tingkat PAUD dan SD adalah kunci peningkatan SDM Papua kedepan,” ujarnya. (Roy Ratumakin)